Sabtu, 25 Mei 2013

Tatalaksana Pengobatan Pasien TBC


I.       PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2004 ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.  Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu pada golongan penyakit infeksi/menular. Indonesia sendiri merupakan negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia dengan angka kematian satu orang tiap lima menit. Pada tahun 2004, tercatat 211.753 kasus baru TBC di Indonesia dan diperkirakan sekitar 300 kematian terjadi setiap hari akibat TBC. Kasus baru TBC di Indonesia bertambah seperempat juta per tahun.

Insidens TB didunia  (WHO, 2004)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan  pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Penyebab Utama Meningkatnya Beban Masalah TB
·         Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang
·         Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
o   Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
o   Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya)
o   Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
o   Salah persepsi terhadap manfaat  dan efektifitas BCG
o   Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat
·         Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan
·         Dampak pandemi infeksi HIV

II.    PENULARAN TB
·         Tuberkulosis  adalah penyakit menular  langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
·         Cara penularan
o   Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
o   Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
o   Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
o   Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
o   Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB  ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
·         Risiko penularan
o   Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
o   Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.  
o   ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
o   Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
·         Risiko menjadi sakit TB
o   Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
o   Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
o   Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
o   Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
o   HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat  bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Faktor Risiko Kejadian TB
III. UPAYA  PENANGGULANGAN  TB
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi,  clinical trials, best practices, dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat merubah kasus menular menjadi tidak menular, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.  Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.

IV. PRINSIP DASAR TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan  pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.

1.      Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,  penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.  Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat. 
-          Strategi penemuan
-          Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.
-          Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif, yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
-          Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

-          Gejala klinis pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

-          Pemeriksaan dahak mikroskopis  
Pemeriksaan dahak  berfungsi untuk menegakkan diagnosis,  menilai keberhasilan pengobatan dan  menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). 
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
      P (Pagi)          :  dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
                                 bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
                                 di UPK. 
S (sewaktu)  :  dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

2.      Diagnosis TB Paru
-          Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
-          Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,  penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
-          mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
-          Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
-          Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.    Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

Alur Diagnosis TB Paru
Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.



  
3.      Pengobatan TB
a.       Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan  dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Jenis, sifat dan dosis OAT

b.      Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
-          OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.  Jangan  gunakan  OAT  tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
-          menguntungkan dan sangat dianjurkan.
-          Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).     Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
§ Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
§ Bila pengobatan tahap intensif tersebut  diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
§ Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
§ Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
§ Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman  persister  sehingga mencegah terjadinya  kekambuhan

c.       Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
-          Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
-          Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
-          Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam  bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam  satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1)      Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2)      Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3)      Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

d.      Paduan OAT dan peruntukannya.
1)      Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
-          Pasien baru TB paru BTA positif
-          Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
-          Pasien TB ekstra paru
Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
2)      Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
-          Pasien kambuh
-          Pasien gagal
-          Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial  1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg)

3)      OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Dosis KDT untuk Sisipan

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di samping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

e.       Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.  Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,  hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.  
Tindak lanjut hasil pemriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak
f.       Hasil Pengobatan
·         Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
·         Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
·         Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
·         Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
·         Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
·         Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

DAFTAR SINGKATAN
AIDS      =  Acquired Immune Deficiency Syndrome
AKMS      =  Advokasi Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
APBN      =  Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara
APBD      =  Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah
AP      =  Akhir Pengobatan
ARTI      =  Annual Risk of TB Infection
ART      =  Anti Retoviral Therapy
ARV      =  Anti Retroviral Viral (obat)
Bapelkes    =  Balai Pelatihan Kesehatan
BCG      =  Bacillus Calmette et Guerin
BLK      =  Balai Laboratorium Kesehatan
BLN      =  Bantuan Luar Negeri
BTA      =  Basil Tahan Asam
BP4      =  Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
BUMN      =  Badan Usaha Milik Negara
CDR      =  Case Detection Rate
CNR      =  Case Notification Rate
Ditjen PP& PL    =  Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan 
          Penyehatan Lingkungan
Ditjen Binkesmas  =  Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Ditjen Binfar & Alkes  =  Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Ditjen Binyanmed  =  Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medis
DIP      =  Daftar Isian Proyek
DOTS      =  Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy
DPR (D)    =  Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah)
DPS      =  Prakter Dokter Swasta
DST      =  Drug Sensitivity Testing
E   =  Etambutol
EQAS      =  External Quality Assurance System
FDC      =  Fixed Dose Combination
FEFO      =  First Expired First Out
Gerdunas -TB    =  Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
GFK      =  Gudang Farmasi Kabupaten/ Kota
H      =  Isoniasid (INH = Iso Niacid Hydrazide)
HIV      =  Human Immunodeficiency Virus
IAKMI      =  Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
IBI      =  Ikatan Bidan Indonesia
IDAI      =  Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDI      =  Ikatan Dokter Indonesia
IUATLD     =  International Union Against TB and Lung Diseases
KBNP      =  Kesalahan besar negatif palsu 
KBPP      =  Kesalahan besar positif palsu
KDT      =  Kombinasi Dosis Tetap
KKPP      =  Kesalahan kecil positif palsu  
KPP      =  Kelompok Puskesmas Pelaksana
Lapas   =  Lembaga Pemasyarakatan
LP      =  Lapang Pandang
LSM      =  Lembaga Swadaya Masyarakat
LPLPO     =  Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
MDG      =  Millenium Development Goals
MDR      =  Multi  Drugs Resistance (kekebalan ganda terhadap obat)
MOTT      =  Mycobactrium Other Than Tuberculosis
OAT      =  Obat Anti Tuberkulosis
PAPDI      =  Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
PCR      =  Poly Chain Reaction
PDPI      =  Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 
PME      =  Pemantapan Mutu Eksternal
PMI      =  Pemantapan Mutu Internal
PMO      =  Pengawasan Minum Obat
POA      =  Plan of Action
POGI      =  Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
POM      =  Pengawasan Obat dan Makanan
PPM      =  Puskesmas Pelaksana Mandiri
PPM      =  Public Private Mix
PPNI      =  Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia
PPTI      =  Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
PRM      =  Puskesmas Rujukan Mikroskopis
PS      =  Puskesmas Satelit
PSDM      =  Pengembangan Sumber Daya Manusia
Puskesmas    =  Pusat Kesehatan Masyarakat
Pustu      =  Puskesmas Pembantu
R   =  Rifampisin
RSP      =  Rumah Sakit Paru
RTL      =  Rencana Tindak Lanjut
Rutan      =  Rumah tahanan
S   =  Streptomisin
SDM      =  Sumber Daya Manusia
SGOT      =  Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT      =  Serum Pyruric Oxaloacetic Transaminase
SKRT      =  Survei Kesehatan Rumah Tangga
SPS   =  Sewaktu-Pagi-Sewaktu
TB   =  Tuberkulosis
TNA      =  Training Need Assessment
UPK      =  Unit Pelayanan Kesehatan
WHO      =  World Health Organization
Z   =  Pirazinamid
ZN      =  Ziehl Neelsen

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Kerangka Kerja Pengendalian TB Indonesia 2006 – 2010, Jakarta, 2006
Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan ke-10, Jakarta, 2006; 616.995.24/Ind/P
Depkes RI, Survei Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia 2004, Jakarta, 2005; ISBN979-8270-46-0
IUATLD, Epidemiologic Basis of Tuberculosis Control, 1st edition, Paris, 1999
Subdit TB Depkes RI, Laporan Kegiatan Penanggulangan TB di Indonesia, Jakarta, 2005
WHO, Global Tuberculosis Control, Surveillance, Planning, Financing. WHO Report 2006, Geneva, 2006; WHO/HTM/TB/2006.36 2nd edition, Geneva
WHO, Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National Programmes, 2 1997; WHO/TB/97.220
WHO. Expanding DOTS in the Context of a Changing Health System, Geneva, 2003