I.
PENDAHULUAN
Tuberkulosis
(TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2004 ada 9 juta
pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. TBC merupakan
penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular dan
penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu pada golongan
penyakit infeksi/menular. Indonesia sendiri merupakan negara ketiga terbesar
dengan masalah TBC di dunia dengan angka kematian satu orang tiap lima menit.
Pada tahun 2004, tercatat 211.753 kasus baru TBC di Indonesia dan diperkirakan
sekitar 300 kematian terjadi setiap hari akibat TBC. Kasus baru TBC di
Indonesia bertambah seperempat juta per tahun.
Insidens
TB didunia (WHO, 2004)
Sekitar
75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20
– 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar
15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab Utama Meningkatnya Beban
Masalah TB
·
Kemiskinan pada berbagai kelompok
masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang
·
Kegagalan program TB selama ini. Hal ini
diakibatkan oleh:
o
Tidak memadainya komitmen politik dan
pendanaan
o
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB
(kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar,
obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya)
o
Tidak memadainya tatalaksana kasus
(diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang
telah didiagnosis)
o
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG
o
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada
negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat
·
Perubahan demografik karena meningkatnya
penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan
·
Dampak pandemi infeksi HIV
II.
PENULARAN
TB
·
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya.
·
Cara penularan
o
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
o
Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
o
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
o
Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
o
Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
·
Risiko penularan
o
Risiko tertular tergantung dari tingkat
pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA
negatif.
o
Risiko penularan setiap tahunnya di
tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi
penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%,
berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
o
ARTI di Indonesia bervariasi antara
1-3%.
o
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan
reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
·
Risiko menjadi sakit TB
o
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB
akan menjadi sakit TB.
o
Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara
100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100
orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
o
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB
BTA positif.
o
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan
seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya
infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
o
HIV merupakan faktor risiko yang paling
kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik,
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.
Faktor
Risiko Kejadian TB
III. UPAYA PENANGGULANGAN TB
Pada
awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB
yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly observed Treatment Short-course)
dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling
efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, clinical trials, best practices, dan hasil implementasi
program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS
secara baik, disamping secara cepat merubah kasus menular menjadi tidak
menular, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
Fokus
utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien
TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di
masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam
upaya pencegahan penularan TB.
IV. PRINSIP DASAR TATALAKSANA PASIEN
TUBERKULOSIS
Penatalaksanaan
TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan
strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka
kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan
bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai
dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan,
petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana
tindak lanjutnya.
1. Penemuan
Pasien TB
Kegiatan
penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe
pasien. Penemuan pasien merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan
dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan
kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
-
Strategi penemuan
-
Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif
dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan
kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.
-
Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB,
terutama mereka yang BTA positif, yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa
dahaknya.
-
Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah,
dianggap tidak cost efektif.
-
Gejala klinis pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk
berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis
kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia
saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut
diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
-
Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada
saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi) : dahak
dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas
di UPK.
S (sewaktu) : dahak
dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. Diagnosis
TB Paru
-
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen
dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
-
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa
ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
-
mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
-
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
-
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
Alur Diagnosis TB Paru
Pada
keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik,
alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.
3. Pengobatan
TB
a. Tujuan
Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan
untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Jenis, sifat dan dosis
OAT
b. Prinsip
pengobatan
Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
-
OAT harus diberikan dalam bentuk
kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan
OAT tunggal (monoterapi) .
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
-
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
-
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan
obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap
awal (intensif)
§ Pada
tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
§ Bila
pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
§ Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap
Lanjutan
§ Pada
tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
§ Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
c. Paduan
OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang
digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
-
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
-
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Disamping
kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
-
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan
OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam
bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
Paket
Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi
pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
KDT
mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis
obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah
penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah
tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
d. Paduan
OAT dan peruntukannya.
1) Kategori-1
(2HRZE/ 4H3R3)
Paduan
OAT ini diberikan untuk pasien baru:
-
Pasien baru TB paru BTA positif
-
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks
positif
-
Pasien TB ekstra paru
Dosis
untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
2) Kategori
-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini
diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
-
Pasien kambuh
-
Pasien gagal
-
Pasien dengan pengobatan setelah default
(terputus)
Dosis
untuk paduan OAT KDT Kategori 2
Catatan:
Untuk
pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg
tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk
perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara
melarutkan streptomisin vial 1 gram
yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml =
250mg)
3) OAT
Sisipan (HRZE)
Paket
sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Dosis
KDT untuk Sisipan
Penggunaan
OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis
pertama. Di samping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi
pada OAT lapis kedua.
e. Pemantauan
Kemajuan Pengobatan TB
Pemantauan
kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan
ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak
digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua
kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya
positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
Tindak
lanjut hasil pemriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tindak
Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak
f. Hasil
Pengobatan
·
Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP
dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
·
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau
gagal.
·
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun.
·
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke
unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
·
Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
·
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
DAFTAR
SINGKATAN
AIDS
= Acquired Immune Deficiency
Syndrome
AKMS
= Advokasi Komunikasi dan
Mobilisasi Sosial
APBN
= Anggaran Pembangunan dan
Belanja Negara
APBD
= Anggaran Pembangunan dan
Belanja Daerah
AP
= Akhir Pengobatan
ARTI
= Annual Risk of TB Infection
ART
= Anti Retoviral Therapy
ARV
= Anti Retroviral Viral (obat)
Bapelkes =
Balai Pelatihan Kesehatan
BCG
= Bacillus Calmette et Guerin
BLK
= Balai Laboratorium Kesehatan
BLN
= Bantuan Luar Negeri
BTA
= Basil Tahan Asam
BP4
= Balai Pengobatan Penyakit Paru
Paru
BUMN
= Badan Usaha Milik Negara
CDR
= Case Detection Rate
CNR
= Case Notification Rate
Ditjen PP& PL =
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Ditjen Binkesmas =
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Ditjen Binfar & Alkes =
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Ditjen Binyanmed =
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medis
DIP
= Daftar Isian Proyek
DOTS
= Directly Observed Treatment,
Shorcourse chemotherapy
DPR (D) =
Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah)
DPS
= Prakter Dokter Swasta
DST
= Drug Sensitivity Testing
E
= Etambutol
EQAS
= External Quality Assurance
System
FDC
= Fixed Dose Combination
FEFO
= First Expired First Out
Gerdunas -TB =
Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
GFK
= Gudang Farmasi Kabupaten/ Kota
H
= Isoniasid (INH = Iso Niacid
Hydrazide)
HIV
= Human Immunodeficiency Virus
IAKMI =
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
IBI
= Ikatan Bidan Indonesia
IDAI
= Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDI
= Ikatan Dokter Indonesia
IUATLD =
International Union Against TB and Lung Diseases
KBNP
=
Kesalahan besar negatif palsu
KBPP
= Kesalahan besar positif palsu
KDT
= Kombinasi Dosis Tetap
KKPP
= Kesalahan kecil positif
palsu
KPP
= Kelompok Puskesmas Pelaksana
Lapas
= Lembaga Pemasyarakatan
LP
= Lapang Pandang
LSM
= Lembaga Swadaya Masyarakat
LPLPO
= Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat
MDG
= Millenium Development Goals
MDR
= Multi Drugs Resistance (kekebalan ganda terhadap
obat)
MOTT
= Mycobactrium Other Than Tuberculosis
OAT
= Obat Anti Tuberkulosis
PAPDI =
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
PCR
= Poly Chain Reaction
PDPI
= Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia
PME
= Pemantapan Mutu Eksternal
PMI
= Pemantapan Mutu Internal
PMO
= Pengawasan Minum Obat
POA
= Plan of Action
POGI
= Perhimpunan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia
POM
= Pengawasan Obat dan Makanan
PPM
= Puskesmas Pelaksana Mandiri
PPM
= Public Private Mix
PPNI
= Perhimpunan Perawat Nasional
Indonesia
PPTI
= Perhimpunan Pemberantasan
Tuberkulosis Indonesia
PRM
= Puskesmas Rujukan Mikroskopis
PS
= Puskesmas Satelit
PSDM
= Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Puskesmas =
Pusat Kesehatan Masyarakat
Pustu =
Puskesmas Pembantu
R
= Rifampisin
RSP
= Rumah Sakit Paru
RTL
= Rencana Tindak Lanjut
Rutan =
Rumah tahanan
S
= Streptomisin
SDM
= Sumber Daya Manusia
SGOT
= Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT
= Serum Pyruric Oxaloacetic
Transaminase
SKRT
= Survei Kesehatan Rumah Tangga
SPS
= Sewaktu-Pagi-Sewaktu
TB
= Tuberkulosis
TNA
= Training Need Assessment
UPK
= Unit Pelayanan Kesehatan
WHO
= World Health Organization
Z
= Pirazinamid
ZN
= Ziehl Neelsen
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI, Kerangka Kerja Pengendalian TB Indonesia
2006 – 2010, Jakarta, 2006
Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Cetakan ke-10, Jakarta, 2006; 616.995.24/Ind/P
Depkes RI, Survei Prevalensi Tuberkulosis di
Indonesia 2004, Jakarta, 2005; ISBN979-8270-46-0
IUATLD, Epidemiologic Basis of Tuberculosis Control,
1st edition, Paris, 1999
Subdit TB Depkes RI, Laporan Kegiatan Penanggulangan
TB di Indonesia, Jakarta, 2005
WHO, Global Tuberculosis Control, Surveillance,
Planning, Financing. WHO Report 2006, Geneva, 2006; WHO/HTM/TB/2006.36 2nd
edition, Geneva
WHO, Treatment of Tuberculosis: Guidelines for
National Programmes, 2 1997; WHO/TB/97.220
WHO. Expanding DOTS in the Context of a Changing
Health System, Geneva, 2003