Senin, 10 Februari 2014

TUGAS KHUSUS
VALIDASI METODE ANALISIS VITAMIN B12 (CYANOCOBALAMIN) DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut ISO SNI/IEC 17025: 2008 validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan penyediaan bukti objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud terpenuhi. Jadi, validasi metode pengujian adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter untuk kerja pengujian antara lain adalah presisi, (keseksamaan), akurasi (kecermatan), spesifisitas, batas deteksi, batas kuantisasi, linearitas, rentang dan ketangguhan. Pemilihan parameter yang akan diuji tergantung dari jenis dan metode pengujian yang akan divalidasi. Parameter yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan waktu inkubasi maksimum, uji akurasi, presisi (repeatibility), linearitas, Limit of Detection (LOD), dan Limit of Quantification (LOQ).
Validasi metode sangat penting dilakukan oleh laboratorium, karena dengan melakukan validasi dapat diketahui tingkat kepercayaan yang dihasilkan dari suatu metode pengujian. Selain itu, validasi metode merupakan salah satu bentuk jaminan mutu hasil kepada pelanggan, di mana metode yang digunakan telah terbukti baik sehingga hasil yang dikeluarkan oleh suatu lembaga pengujian adalah valid.
Vitamin B12 (cyanocobalamin) merupakan kumpulan senyawa-senyawa yang terhubung secara kimia, yang semuanya memiliki aktivitas sebagai vitamin. Secara struktur, vitamin B12 adalah vitamin yang paling kompleks dan mengandung elemen kobal yang jarang tersedia secara biokimia. Biosintesis dari struktur dasar vitamin ini hanya dapat dilakukan oleh bakteri, namun konversi antara bentuk-bentuknya yang berbeda dapat terjadi dalam tubuh. Suatu bentuk sintesis yang umum dari vitamin ini, cyanocobalamin, tidak terjadi di alam, namun digunakan dalam banyak sediaan farmasi dan suplemen, dan juga sebagai bahan tambahan makanan karena kestabilannya dan harganya yang lebih murah.
Mengingat pengujian validasi metode analisis vitamin B12 dengan spektrofotometri UV belum diujikan sebelumnya. Hal ini penting untuk memberikan bukti bahwa pengujian menggunakan spektrofotometri UV tersebut memiliki unjuk kerja yang baik.

B.     Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisis penetapan kadar vitamin B12 menggunakan spektrofotometri UV dapat dilakukan.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Vitamin B12 (Cyanocobalamin)
Cyanocobalamin merupakan serbuk hablur atau amorf berwarna merah sampai merah tua. Bentuk anhidratnya mempunyai sifat yang sangat higroskopis. Jika terpapar pada udara dapat menyerap air lebih kurang 12%. Cyanocobalamin harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Cyanocobalamin mempunyai rumus molekul C36H88CoN14O14 dengan struktur seperti berikut :

Gambar 1. Struktur Molekul Cyanocobalamin (Connors et al., 1992)
Pada suhu kamar, cyanocobalamin paling stabil pada pH 4,5-5,0 (Connors et al., 1992). Cyanocobalamin agak sukar larut dalam air, larut dalam etanol dan tidak larut dalam aseton, kloroform dan eter (DepKes RI, 1995).
Spektrum serapan ultra violet larutan yang diperoleh pada penetapan kadar menunjukkan maksimum pada panjang gelombang lebih kurang 278 nm ± 1 nm, 361 nm ± 1 nm dan 550 nm ± 2 nm. Perbandingan serapan pada panjang gelombang 361 nm dan 278 nm adalan antara 1,70 dan 1,90 dan perbandingan serapan pada panajang gelombang 361 nm dan 550 nm adalah antara 3,15 dan 3,40 (DepKes RI, 1995).

B.     Spektrofotometri Ultra Violet
Spektrofotometri UV adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (190-380 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulya & Suharman, 1995).
Beberapa istilah penting pada spektra elektronik, yaitu :
-          Kromofor gugus tak jenuh kovalen yang menyebabkan serapan elektronik (seperti C=C, C=O dan NO2)
-          Auksokrom gugus jenuh yang bila terkait pada suatu kromofor akan mempengaruhi panjang gelombang dan intensitas serapan maksimumnya (seperti NH2, OH, san Cl)
-          Pergeseran batokromik (pergeseran merah). Pergeseran serapan ke arah panjang gelombang lebih panjang akibat pengaruh substitusi atau pelarut.
-          Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru). Pergeseran serapan ke arah panjang gelombang lebih pendek akibat pengaruh substitusi atau pelarut.
-          Efek hiperkromik. Suatu kenaikan intensitas serapan.
-          Efek hipokromik. Suatu penurunan intensitas serapan (Sunardi, 2005)
Sumber cahaya
Monokromator
Kuvet
Detektor
Rekorder
Alat spektrofotometri pada dasarnya terdiri dari sumber cahaya, monokromator, kuvet, detektor, penguat arus, dan pencatat. Berikut bagan sederhana dari spektofotometri ultraviolet-cahaya tampak, sebagai berikut :



Gambar 2. Bagan Spektofotometri Ultraviolet- Cahaya Tampak                     (Day & Underwood, 1998)




C.    Validasi Metode Analisis
Validasi metode analitis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya            (Tetrasari, 2003). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode di bawah ini :
1.      Akurasi (kecermatan)
Kecermatan adalah kedekatan hasil uji antara hasil yang diperoleh dengan nilai sebenarnya (true value) atau dengan nilai referensinya (Chown Chung Chan et all, 2004). Kecermatan menggambarkan kesalahan sistematik dari suatu hasil pengukuran. Kesalahan sistematik berasal dari pengaruh-pengaruh yang dapat diketahui dengan pasti dan bersifat konstan. Sumber kesalahan bisa dari kelembaban, bahan referensi, ketidakpastian yang diberikan oleh sertifikat, metode analisis dan lain-lain (Sumardi, 2005). Kesalahan sistematik memberikan penyimpangan positif dan penyimpangan negatif dalam percobaan.
Kecermatan dinyatakan sebagai persen kembali analit yang ditambahkan dan nilai kecermatan dapat dinyatakan dengan persen perolehan kembali (% recovery). Ketika penentuan batasan uji perolehan kembali belum ditentukan oleh laboratorium yang melakukan pengujian maka sebagai batasan awal dapat ditentukan berdasarkan tablet di bawah ini :
Tabel 1. Nilai % recovery (Wood, 1998)
Analit pada matrik sampel (%)
Recovery yang diterima (%)
100
98-102
>10
98-102
>1
97-103
>0,1
95-105
0,01
90-107
0,001
90-107
0,0001 (1 ppm)
80-110
0,00001 (100 ppb)
80-110
0,000001 (10 ppb)
60-115
0,0000001 (1 ppb)
40-120

2.      Presisi (keseksamaan)
Keseksamaan adalah kedekatan hasil uji dengan cara memperoleh pengukuran dari berbagai contoh yang homogen dalam kondisi yang normal (Chown Chung Chan et all, 2004). Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel yang diambil dari campuran yang homogen.
Pada umumnya nilai keseksamaan dihitung menggunakan standar deviasi (simpangan baku) untuk menghasilkan Relative Standard Deviasion (RSD) atau Coeficient Variation (CV). Keseksamaan yang baik dinyatakan dengan semakin kecil persen RSD maka nilai presisi semakin tinggi. Kriteria seksama juga diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang dan RSD ≤ 15%. Makin kecil nilai standar deviasi yang diperoleh, maka makin kecil pula nilai koefisien variasinya. Nilai standar deviasi dan persen koefisien variasi dapat dihitung dengan mengikuti persamaan ekuivalen :


Keterangan :
xi= pengukuran tunggal
x = rata-rata
n = jumlah pengukuran
menurut (Sunardi, 2005) keseksamaan dinyatakan dengan presentase Relative Standard Deviasion (%RSD) dengan batas-batas yang masih dapat diterima berdasarkan ketelitiannya. Tingkat ketelitiannya terdiri dari :
RSD ≤1%        = sangat teliti
1%<RSD≤2% = teliti
2%<RSD<5% = ketelitian sedang
RSD > 5%       = ketelitian rendah
3.      Linearitas
Linearitas adalah kemampuan (dalam rentang) metode analisis memberikan respon secara langsung atau bantuan transformasi matematik yang baik, untuk mendapatkan hasil dari variabel data (absorbansi dan rentang kurva) di mana secara langsung proposional dengan konsentrasi (sesuai analit) dalam contoh kisaran yang ada, serta untuk mengetahui kemampuan standar dalam mendeteksi analit dalam contoh (Chown Chung Chan et all, 2004). Artinya linearitas suatu metode digunakan untuk mengetahui kemampuan standar, sehingga dapat membuktikan adanya hubugan linier antara konsentrasi analit degan respon detektor.
4.      Limit Deteksi dan Limit Kuantisasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon yang signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas deteksi dinyatakan dalam kondisi analit (persen bagian per miliar) dalam sampel.
Batas kuantisasi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama dan dapat dikualifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik. Batas kuantisasi adalah nilai parameter penentuan kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalam matriks.
LOD (Limit Of Detection) =
LOQ (Limit Of Quantition) =





BAB III
METODE KERJA
A.    Alat dan Bahan
1.      Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas seperti labu ukur 25, 50, 100 mL, gelas beker 50 mL, pipet volume/pipet gondok, batang pengaduk, neraca analitik, Spektrofotometer UV A-160.
2.      Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah Vitamin B12 (Cyanocobalamin) dan aqua destilata.

B.     Cara Kerja
1.      Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum vitamin B12 dilakukan dengan menimbang vitamin B12 sebanyak 50 mg, kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga 100 mL. Larutan diencerkan hingga diperoleh  konsentrasi 30 ppm. Diamati panjang gelombang maksimum pada daerah serapan maksimum antara panjang gelombang 200 – 400 nm.

2.      Penentuan Waktu Inkubasi Maksimum
Dibuat larutan vitamin B12 dengan konsentrasi 30 ppm. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada rentang waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 menit hingga diperoleh absorban yang stabil pada waktu tertentu.

3.      Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan melalui uji perolehan kembali. Dibuat larutan vitamin B12 dengan konsentrasi 10, 30 dan 50 ppm sebanyak 3 kali. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 361 nm.

4.      Uji Presisi
Uji presisi vitamin B12 dilakukan dengan membuat larutan vitamin B12 dengan konsentrasi 30 ppm sebanyak 6 kali. kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Dihitung % simpangan baku relatifnya.

5.      Uji Linearitas
Larutan induk vitamin B12 disiapkan dengan menimbang vitamin B12 sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sehingga konsentrasinya menjadi 500 ppm. Kurva kalibrasi vitamin B12 diperoleh dengan mengencerkan larutan standar induk yang dibuat dengan berbagai macam konsentrasi yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm (v/v). Blanko digunakan aquadest. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum.
Pengenceran :
10 ppm : larutan stok sebanyak 1 mL diencerkan dalam aquadest ad 50 mL.
20 ppm : larutan stok sebanyak 1 mL diencerkan dalam aquadest ad 25 mL.
30 ppm : larutan stok sebanyak 3 mL diencerkan dalam aquadest ad 50 mL.
40 ppm : larutan stok sebanyak 2 mL diencerkan dalam aquadest ad 25 mL.
50 ppm : larutan stok sebanyak 5 mL diencerkan dalam aquadest ad 50 mL.

6.      Uji LOD dan LOQ
Dibuat larutan standar vitamin B12 yang mengacu kurva kalibrasi, hingga diperoleh data slope dan SB. Kemuadian dihitung dengan menggunakan rumus LOD dan LOQ.
                                                                                





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil dan Pengamatan
1.      Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang Gelombang (nm)
Absorbansi (A)
359
0,517
360
0,513
361
0,527
362
0,524
363
0,517
364
0,514

Panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu 361 nm dengan serapan 0,527 A pada konsentrasi 30 ppm.










2.      Hasil Penentuan Waktu Inkubasi Maksimum
Waktu (menit)
Absorbansi (A)
0
0,525
5
0,466
10
0,466
15
0,465
20
0,465
25
0,468
30
0,465
35
0,466
40
0,465
45
0,469
50
0,468
Waktu inkubasi diukur pada panjang gelombang 361 nm. Waktu di mana larutan sudah memberikan serapan yang stabil pada saat pegukuran, yaitu pada menit ke 15 sampai menit ke 40.










3.      Hasil Uji Akurasi
Berdasarkan hasil uji akurasi bahan baku vitamin B12 diperoleh % recovery sebesar 98,69-102,26 %.
Konsentrasi (ppm)
Absorbasi (A)
10
0,166
0,161
0,162
30
0,491
0,478
0,486
50
0,812
0,788
0,793

Perhitungan :
y = 0,0159x + 0,0034
10 ppm : 1). y = a + bx
0,166 = 0,0034  + 0,0159x
x = 10,2264 ppm
% Recovery =
= 102,264 %

2). y = a + bx
0,161 = 0,0034  + 0,0159x
x = 9,9119 ppm
% Recovery =
= 99,1195 %





3). y = a +bx
0,162 = 0,0034  + 0,0159x
x = 9,9748 ppm
% Recovery =
= 99,7484 %

30 ppm : 1). y = a + bx
0,491 = 0,0034  + 0,0159x
x = 30,6667 ppm
% Recovery =
= 102,2222 %

2). y = a + bx
0,4478 = 0,0034  + 0,0159x
x = 29,8490 ppm
% Recovery =
= 99,4969 %

3). y = a + bx
0,486 = 0,0034  + 0,0159x
x = 30,3522 ppm
% Recovery =
= 101,174 %





50 ppm : 1). y = a + bx
0,812 = 0,0034  + 0,0159x
x = 56,8553 ppm
% Recovery =
= 101,7106 %

2). y = a + bx
0,788 = 0,0034  + 0,0159x
x = 49,3459 ppm
% Recovery =
= 98,69182 %

3). y = a + bx
0,793 = 0,0034  + 0,0159x
x = 49,6603 ppm
% Recovery =
= 99,32075 %

4.      Hasil Uji Presisi
Berdasarkan hasil uji presisi vitamin B12 diperoleh simpangan baku relatif (SBR) sebesar 1,3184%.
No.
Konsentrasi (ppm)
Absorban (xi)
(xi-x)
(xi-x)2
1.
30
0,491
9,5 x 10-3
9,025 x 10-5
2.
30
0,478
-3,5 x 10-3
1,225 x 10-5
3.
30
0,486
4,5 x 10-3
2,025 x 10-5
4.
30
0,473
-8,5 x 10-3
7,225 x 10-5
5.
30
0,482
5 x 10-4
2,5 x 10-7
6.
30
0,479
-2,5 x 10-3
6,25 x 10-6

x = 0,4815
∑ (xi-x)2 = 20,15 x 10-5

  = 6,3482 x 10-3
= 1,3184 %

5.      Hasil Uji Linearitas
Berdasarkan hasil uji linieritas vitamin B12 diperoleh nilai R2 sebesar 0,999.
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi (A)
0
0
10
0,166
0,161
0,162
X = 0,163
20
0,328
0,324
0,325
X = 0,3257
30
0,491
0,478
0,486
X = 0,485
40
0,646
0,639
0,638
X = 0,641
50
0,812
0,788
0,793
X = 0,7977


6.      Hasil Uji LOD dan LOQ
Diketahui :
SB : 6,3482 x 10-3
b : 0,0159
LOD (Limit Of Detection) =
=
= 1,1978 ppm

LOQ (Limit Of Quantition) =
=
= 3,9925 ppm







B.     Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan metode analisis dalam penetapan kadar cyanocobalamin (Vitamin B12) dapat dipergunakan untuk menganalisis zat aktif tersebut. Metode analisis dilakukan untuk menguji suatu produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka pengendalian mutu produksi dengan melakukan suatu validasi. Validasi metode analisis penetapan kadar ini bertujuan untuk memberikan keyakinan bahwa metode analisis penetapan kadar yang diusulkan dapat dipergunakan untuk menganalisis zat aktif tersebut. Penelitian ini menggunakan bahan baku cyanocobalamin (Vitamin B12) dengan parameter yang digunakan dalam validasi metode analisis penetapan kadar, yaitu penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan waktu inkubasi maksimum, uji akurasi, presisi, linearitas, LOD dan LOQ.
Prinsip kerja yang dilakukan antara lain pembuatan larutan stok standar dan baku kerja, penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan waktu inkubasi maksimum, penentuan kurva baku dan persamaan garis kurva baku, serta uji presisi. Pertama-tama dibuat larutan baku induk dengan konsentrasi yang telah ditetapkan, yaitu 500 ppm. Larutan ini dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 50 mg cyanocobalamin ke dalam 100 mL aquadest.
Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan membuat larutan baku kerja cyanocobalamin dengan konsentrasi 30 ppm dari larutan baku induk. Larutan ini kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm pada spektrofotometer UV. Berdasarkan hasil pengamatan, panjang gelombang maksimum terdapat pada 361 nm dengan nilai absorbansi 0,527. Hal ini sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi IV dikatakan bahwa panjang gelombang maksimum untuk cyanocobalamin adalah 361 nm, maka yang digunakan untuk membaca serapan pada penentuan waktu inkubasi maksimum, penentuan kurva baku dan persamaan garis kurva baku, serta uji presisi cyanocobalamin adalah panjang gelombang 361 nm sesuai penelitian.
Pengujian selanjutnya adalah penentuan waktu inkubasi maksimum cyanocobalamin. Waktu inkubasi maksimum adalah waktu di mana larutan dapat memberikan serapan yang stabil pada saat pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV. Larutan yang digunakan adalah larutan baku kerja dengan konsentrasi 30 ppm yang diukur serapannya pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 setelah didiamkan selang waktu 5 menit. Panjang gelombang yang digunakan adalah 361 nm. Berdasarkan hasil pengamatan, maka waktu inkubasi maksimum untuk cyanocobalamin adalah pada menit ke-15 hingga ke-40. Hal ini menandakan bahwa cyanocobalamin stabil saat dilakukan pengukuran pada menit ke-15 hingga ke-40.
Uji akurasi (ketepatan) dilakukan untuk mengetahui ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran yang dinyatakan dengan persen perolehan kembali (% recovery). Syarat untuk % recovery pada uji akurasi sebesar 90%-107%. Berdasarkan hasil uji akurasi diperoleh % recovery sebesar 98,69%-102,26%. Dengan demikian, validasi akurasi dengan menggunakan spektrofotometer UV untuk cyanocobalamin memenuhi syarat (baik) (Wood, 1998).
Pengujian selanjutnya adalah pengujian presisi atau ketelitian. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui metode analisis yang digunakan dapat mengukur secara teliti zat yang diuji pada pengukuran secara berulang-ulang (repeatibility). Uji presisi cyanocobalamin dilakukan dengan membuat larutan baku kerja dengan konsentrasi 30 ppm sebanyak 6 kali kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 361 nm. Uji presisi dinyatakan dengan simpangan baku (SB) sebesar 6,3482 x 10-3, simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,013184 dan koefisien variasi (CV) sebesar 1,3184%. Persyaratan CV yang baik adalah < 2%. Jadi, validasi dengan uji presisi dengan menggunakan spektrofotometer UV untuk bahan baku cyanocobalamin telah memenuhi persyaratan (Gandjar & Rohman, 2007).
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui metode analisis yang digunakan dapat memberikan hubungan antara serapan dan konsentrasi zat uji yang sebanding. Uji linearitas ini menggunakan larutan baku induk cyanocobalamin 500 ppm yang kemudian dibuat larutan baku kerja dengan 5 pengenceran, yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm. Pengenceran ini dilakukan 3 kali pengulangan dengan tujuan untuk keakuratan data. Larutan baku kerja ini diukur serapannya pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 361 nm.Berdasarkan hasil analisis uji linearitas diperoleh nilai koefisien korelasi (Regresi (R2)) sebesar 0,9999. Hal ini dapat diasumsikan bahwa peningkatan konsentrasi berbanding lurus dengan besar serapan dan telah memenuhi persyaratan koefisien korelasi menurut literatur yang berkisar 0,998-1,002 (Ambarwati et al., 2008).
Uji selanjutnya adalah uji batas deteksi (Limit of Detection, LOD). LOD dilakukan untuk mengetahui konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. LOD hanya mengukur secara kualitatif saja, tetapi tidak dapat digunakan sebagai batas pengukuran (kuantitas). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai LOD sebesar 1,1978 ppm. Uji yang terakhir adalah uji batas kuantifikasi (limit of quantification, LOQ). LOQ dilakukan untuk mengetahui konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai LOQ sebesar 3,9925 ppm                                 (Gandjar & Rohman, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan validasi metode analisis penetapan kadar, yaitu faktor alat yang digunakan yang tidak bersih, kesalahan dalam penimbangan, pemipetan dan pengocokan pada waktu penyiapan sampel. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh maka validasi metode analisis penetapan kadar cyanocobalamin (Vitamin B12) secara spektrofotometer UV telah memenuhi persyaratan dan dapat digunakan sebagai metode analisis penetapan kadar sebagaimana yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Metode analisis penetapan kadar bahan baku vitamin B12 (cyanocobalamin) dapat dilakukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 361 nm dengan masa inkubasi antara menit ke-15 hingga ke-40 dan telah tervalidasi.

B.     Saran
Dilakukan pengujian serupa dengan menggunakan bahan baku primer cyanocobalamin, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.




DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, M. F. Palupi, & U. Patriana, 2008, Validasi Metode Uji Kadar Albendazol dengan Menggunakan Spektrofotometer UV/Vis, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Bogor.
Chan, C. C, 2004, Potency Methode Validation di dalam Analytical Methode Validation and Instrument Performance Verification. Chan CC, Lam H, Lee YC dan Zhang XM (Eds), New Jersey : John Wiley & Sons Publication Inc.
Connors, K. A., L. A. Gordon & J.S. Valentino, 1992, Chemical Stability of Pharmaceuticals. John Willey and Sons Inc., New York.
Day, R. A. Jr. & A. L. Underwood, 1998, Analisis Kimia Kuantitatif ed ke-6, alih bahasa oleh Dr. Ir. Iis Sopyan. M. Eng, Penerbit Erlangga, Surabaya.
Depkes RI, 1995,  Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ermer, J, 2005, Performance Parameters, Calculations and Tests di dalam : Methode Validation in Pharmaceutical Analysis (J. Ermer dan J.H.McB.Miller, eds.). Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.
Gandjar, I. G., & A. Rohman, 2012, Kimia Farmasi Analisis Cetakan IX, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hadi, A., 2007, Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC 17025 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi, PT Gramedia Pustaka Utama, Hal 259 -274.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Desember 2004, Hal 117 – 135.
Mulya & M. Suharman, 1994, Analisis Instrumental. Perpustakaan Departemen Kimia FMIPA UI, Depok.
Sastrohamidjojo, H., 1991, Kromatografi Edisi ke-1, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Sumardi, 2005, Tinjauan Umum Validasi Metode Analisis, Pusat Penelitian Kimia LIPI Bandung, Bandung.
Sunardi, 2005, Penuntun Praktikum Kimia Analisan Instrumentasi, Universitas Indonesia, FMIPA UI, Depok.
Tetrasari, H., 2003, Validasi Metode Analisis, Pusat Pengkajian Obat dan Makanan BPPOM, Jakarta.
The European Agency for the Evaluation of Medical Products. 1995. ICH. Topic Q2B. Validation of Analytical Procedures : Methodology. http://www.Pharmacontract.ch/support/pdf-support/Q2a.pdf
Underwood, A. L, 1981, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat, Erlangga, Surabaya.
Wood, R. A. N., & H. Wallin, 1998, Quality in the Food Analysis Laboratory the Royal Society of Chemistry Cambridge, London.