TUGAS KHUSUS
VALIDASI METODE
ANALISIS VITAMIN B12 (CYANOCOBALAMIN) DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut ISO SNI/IEC 17025:
2008 validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan penyediaan bukti objektif
bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud terpenuhi. Jadi, validasi metode
pengujian adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter untuk kerja pengujian
antara lain adalah presisi, (keseksamaan), akurasi (kecermatan), spesifisitas,
batas deteksi, batas kuantisasi, linearitas, rentang dan ketangguhan. Pemilihan
parameter yang akan diuji tergantung dari jenis dan metode pengujian yang akan
divalidasi. Parameter yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan
panjang gelombang maksimum, penentuan waktu inkubasi maksimum, uji akurasi,
presisi (repeatibility), linearitas, Limit of Detection (LOD), dan Limit of Quantification (LOQ).
Validasi metode sangat
penting dilakukan oleh laboratorium, karena dengan melakukan validasi dapat
diketahui tingkat kepercayaan yang dihasilkan dari suatu metode pengujian.
Selain itu, validasi metode merupakan salah satu bentuk jaminan mutu hasil
kepada pelanggan, di mana metode yang digunakan telah terbukti baik sehingga
hasil yang dikeluarkan oleh suatu lembaga pengujian adalah valid.
Vitamin B12 (cyanocobalamin) merupakan kumpulan senyawa-senyawa yang terhubung
secara kimia, yang semuanya memiliki aktivitas sebagai vitamin. Secara
struktur, vitamin B12 adalah vitamin yang paling kompleks dan
mengandung elemen kobal yang
jarang tersedia secara biokimia. Biosintesis
dari struktur dasar vitamin ini hanya dapat dilakukan oleh bakteri, namun
konversi antara bentuk-bentuknya yang berbeda dapat terjadi dalam tubuh. Suatu
bentuk sintesis yang umum dari vitamin ini, cyanocobalamin, tidak terjadi di alam, namun digunakan dalam banyak
sediaan farmasi dan suplemen, dan juga sebagai bahan tambahan makanan karena
kestabilannya dan harganya yang lebih murah.
Mengingat pengujian validasi
metode analisis vitamin B12 dengan spektrofotometri UV belum
diujikan sebelumnya. Hal ini penting untuk memberikan bukti bahwa pengujian
menggunakan spektrofotometri UV tersebut memiliki unjuk kerja yang baik.
B.
Tujuan
Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisis penetapan kadar
vitamin B12 menggunakan spektrofotometri UV dapat dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Vitamin B12 (Cyanocobalamin)
Cyanocobalamin merupakan serbuk hablur atau amorf berwarna
merah sampai merah tua. Bentuk anhidratnya mempunyai sifat yang sangat
higroskopis. Jika terpapar pada udara dapat menyerap air lebih kurang 12%. Cyanocobalamin harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Cyanocobalamin
mempunyai rumus molekul C36H88CoN14O14
dengan struktur seperti berikut :
Gambar 1. Struktur Molekul Cyanocobalamin (Connors et al., 1992)
Pada suhu kamar, cyanocobalamin
paling stabil pada pH 4,5-5,0 (Connors et
al., 1992). Cyanocobalamin agak
sukar larut dalam air, larut dalam etanol dan tidak larut dalam aseton,
kloroform dan eter (DepKes RI, 1995).
Spektrum serapan ultra violet larutan yang diperoleh pada penetapan kadar
menunjukkan maksimum pada panjang gelombang lebih kurang 278 nm ± 1 nm, 361 nm
± 1 nm dan 550 nm ± 2 nm. Perbandingan serapan pada panjang gelombang 361 nm
dan 278 nm adalan antara 1,70 dan 1,90 dan perbandingan serapan pada panajang
gelombang 361 nm dan 550 nm adalah antara 3,15 dan 3,40 (DepKes RI, 1995).
B.
Spektrofotometri Ultra
Violet
Spektrofotometri UV adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (190-380 nm) dengan memakai
instrumen spektrofotometer (Mulya & Suharman, 1995).
Beberapa istilah penting pada spektra elektronik,
yaitu :
-
Kromofor gugus tak jenuh kovalen yang menyebabkan serapan
elektronik (seperti C=C, C=O dan NO2)
-
Auksokrom gugus jenuh yang bila terkait pada suatu kromofor
akan mempengaruhi panjang gelombang dan intensitas serapan maksimumnya (seperti
NH2, OH, san Cl)
-
Pergeseran batokromik (pergeseran merah). Pergeseran serapan
ke arah panjang gelombang lebih panjang akibat pengaruh substitusi atau
pelarut.
-
Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru). Pergeseran serapan
ke arah panjang gelombang lebih pendek akibat pengaruh substitusi atau pelarut.
-
Efek hiperkromik. Suatu kenaikan intensitas serapan.
-
Efek hipokromik. Suatu penurunan intensitas serapan (Sunardi,
2005)
Sumber cahaya
|
Monokromator
|
Kuvet
|
Detektor
|
Rekorder
|
Gambar 2. Bagan Spektofotometri Ultraviolet- Cahaya
Tampak (Day &
Underwood, 1998)
C.
Validasi Metode Analisis
Validasi metode analitis adalah suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Tetrasari, 2003). Beberapa
parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode di bawah
ini :
1. Akurasi
(kecermatan)
Kecermatan adalah kedekatan hasil uji
antara hasil yang diperoleh dengan nilai sebenarnya (true value) atau dengan nilai referensinya (Chown Chung Chan et all, 2004). Kecermatan menggambarkan
kesalahan sistematik dari suatu hasil pengukuran. Kesalahan sistematik berasal
dari pengaruh-pengaruh yang dapat diketahui dengan pasti dan bersifat konstan.
Sumber kesalahan bisa dari kelembaban, bahan referensi, ketidakpastian yang
diberikan oleh sertifikat, metode analisis dan lain-lain (Sumardi, 2005).
Kesalahan sistematik memberikan penyimpangan positif dan penyimpangan negatif
dalam percobaan.
Kecermatan dinyatakan sebagai persen
kembali analit yang ditambahkan dan nilai kecermatan dapat dinyatakan dengan
persen perolehan kembali (% recovery).
Ketika penentuan batasan uji perolehan kembali belum ditentukan oleh
laboratorium yang melakukan pengujian maka sebagai batasan awal dapat
ditentukan berdasarkan tablet di bawah ini :
Tabel 1. Nilai % recovery (Wood, 1998)
Analit pada matrik sampel (%)
|
Recovery yang diterima (%)
|
100
|
98-102
|
>10
|
98-102
|
>1
|
97-103
|
>0,1
|
95-105
|
0,01
|
90-107
|
0,001
|
90-107
|
0,0001 (1 ppm)
|
80-110
|
0,00001 (100 ppb)
|
80-110
|
0,000001 (10 ppb)
|
60-115
|
0,0000001 (1 ppb)
|
40-120
|
2. Presisi
(keseksamaan)
Keseksamaan adalah kedekatan hasil uji
dengan cara memperoleh pengukuran dari berbagai contoh yang homogen dalam
kondisi yang normal (Chown Chung Chan et
all, 2004). Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata
jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel yang diambil dari campuran
yang homogen.
Pada umumnya nilai keseksamaan dihitung
menggunakan standar deviasi (simpangan baku) untuk menghasilkan Relative Standard Deviasion (RSD) atau Coeficient Variation (CV). Keseksamaan
yang baik dinyatakan dengan semakin kecil persen RSD maka nilai presisi semakin
tinggi. Kriteria seksama juga diberikan jika metode memberikan simpangan baku
relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang dan RSD ≤ 15%. Makin kecil nilai
standar deviasi yang diperoleh, maka makin kecil pula nilai koefisien
variasinya. Nilai standar deviasi dan persen koefisien variasi dapat dihitung
dengan mengikuti persamaan ekuivalen :
Keterangan :
xi= pengukuran tunggal
x = rata-rata
n = jumlah pengukuran
menurut (Sunardi, 2005) keseksamaan
dinyatakan dengan presentase Relative
Standard Deviasion (%RSD) dengan batas-batas yang masih dapat diterima
berdasarkan ketelitiannya. Tingkat ketelitiannya terdiri dari :
RSD ≤1% =
sangat teliti
1%<RSD≤2% = teliti
2%<RSD<5% = ketelitian sedang
RSD > 5% =
ketelitian rendah
3. Linearitas
Linearitas adalah kemampuan (dalam rentang)
metode analisis memberikan respon secara langsung atau bantuan transformasi
matematik yang baik, untuk mendapatkan hasil dari variabel data (absorbansi dan
rentang kurva) di mana secara langsung proposional dengan konsentrasi (sesuai
analit) dalam contoh kisaran yang ada, serta untuk mengetahui kemampuan standar
dalam mendeteksi analit dalam contoh (Chown Chung Chan et all, 2004). Artinya linearitas suatu metode digunakan untuk
mengetahui kemampuan standar, sehingga dapat membuktikan adanya hubugan linier
antara konsentrasi analit degan respon detektor.
4. Limit
Deteksi dan Limit Kuantisasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil
analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon yang
signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji
batas. Batas deteksi dinyatakan dalam kondisi analit (persen bagian per miliar)
dalam sampel.
Batas kuantisasi merupakan jumlah terkecil
analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama dan dapat
dikualifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik. Batas kuantisasi adalah
nilai parameter penentuan kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi
rendah dalam matriks.
LOD (Limit
Of Detection) =
LOQ (Limit
Of Quantition) =
BAB III
METODE KERJA
A.
Alat
dan Bahan
1.
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
gelas seperti labu ukur 25, 50, 100 mL, gelas beker 50 mL, pipet volume/pipet
gondok, batang pengaduk, neraca analitik, Spektrofotometer UV A-160.
2.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah Vitamin B12
(Cyanocobalamin) dan aqua destilata.
B.
Cara
Kerja
1.
Penentuan
Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum
vitamin B12 dilakukan dengan menimbang vitamin B12
sebanyak 50 mg, kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga 100 mL. Larutan
diencerkan hingga diperoleh konsentrasi
30 ppm. Diamati panjang gelombang maksimum pada daerah serapan maksimum antara
panjang gelombang 200 – 400 nm.
2.
Penentuan
Waktu Inkubasi Maksimum
Dibuat larutan vitamin B12
dengan konsentrasi 30 ppm. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada
rentang waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 menit hingga diperoleh
absorban yang stabil pada waktu tertentu.
3.
Uji
Akurasi
Uji akurasi dilakukan melalui uji perolehan
kembali. Dibuat larutan vitamin B12 dengan konsentrasi 10, 30 dan 50
ppm sebanyak 3 kali. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 361 nm.
4.
Uji Presisi
Uji presisi vitamin B12 dilakukan
dengan membuat larutan vitamin B12 dengan konsentrasi 30 ppm
sebanyak 6 kali. kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang maksimum. Dihitung % simpangan baku relatifnya.
5.
Uji
Linearitas
Larutan induk vitamin B12
disiapkan dengan menimbang vitamin B12 sebanyak 50 mg dan dilarutkan
dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL sehingga konsentrasinya menjadi 500 ppm.
Kurva kalibrasi vitamin B12 diperoleh dengan mengencerkan larutan
standar induk yang dibuat dengan berbagai macam konsentrasi yaitu 10 ppm, 20
ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm (v/v). Blanko digunakan aquadest. Diukur
serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum.
Pengenceran :
10 ppm : larutan stok sebanyak 1 mL diencerkan
dalam aquadest ad 50 mL.
20 ppm : larutan stok sebanyak 1 mL
diencerkan dalam aquadest ad 25 mL.
30 ppm : larutan stok sebanyak 3 mL diencerkan
dalam aquadest ad 50 mL.
40 ppm : larutan stok sebanyak 2 mL diencerkan
dalam aquadest ad 25 mL.
50 ppm : larutan stok sebanyak 5 mL diencerkan
dalam aquadest ad 50 mL.
6.
Uji
LOD dan LOQ
Dibuat larutan standar vitamin B12
yang mengacu kurva kalibrasi, hingga diperoleh data slope dan SB. Kemuadian dihitung dengan menggunakan rumus LOD dan
LOQ.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
dan Pengamatan
1.
Hasil
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang Gelombang (nm)
|
Absorbansi (A)
|
359
|
0,517
|
360
|
0,513
|
361
|
0,527
|
362
|
0,524
|
363
|
0,517
|
364
|
0,514
|
Panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu 361 nm
dengan serapan 0,527 A pada konsentrasi 30 ppm.
2.
Hasil
Penentuan Waktu Inkubasi Maksimum
Waktu (menit)
|
Absorbansi (A)
|
0
|
0,525
|
5
|
0,466
|
10
|
0,466
|
15
|
0,465
|
20
|
0,465
|
25
|
0,468
|
30
|
0,465
|
35
|
0,466
|
40
|
0,465
|
45
|
0,469
|
50
|
0,468
|
Waktu inkubasi diukur pada
panjang gelombang 361 nm. Waktu di mana larutan sudah memberikan serapan yang
stabil pada saat pegukuran, yaitu pada menit ke 15 sampai menit ke 40.
3.
Hasil
Uji Akurasi
Berdasarkan hasil uji akurasi bahan baku
vitamin B12 diperoleh % recovery sebesar 98,69-102,26 %.
Konsentrasi (ppm)
|
Absorbasi (A)
|
10
|
0,166
|
0,161
|
|
0,162
|
|
30
|
0,491
|
0,478
|
|
0,486
|
|
50
|
0,812
|
0,788
|
|
0,793
|
Perhitungan :
y = 0,0159x + 0,0034
10 ppm : 1). y = a + bx
0,166 = 0,0034 +
0,0159x
x = 10,2264 ppm
% Recovery =
= 102,264 %
2). y = a + bx
0,161 = 0,0034 +
0,0159x
x = 9,9119 ppm
% Recovery =
= 99,1195 %
3). y = a +bx
0,162 = 0,0034 +
0,0159x
x = 9,9748 ppm
% Recovery =
= 99,7484 %
30 ppm : 1). y = a + bx
0,491 = 0,0034 +
0,0159x
x = 30,6667 ppm
% Recovery =
= 102,2222 %
2). y = a + bx
0,4478 = 0,0034 +
0,0159x
x = 29,8490 ppm
% Recovery =
= 99,4969 %
3). y = a + bx
0,486 = 0,0034 +
0,0159x
x = 30,3522 ppm
% Recovery =
= 101,174 %
50 ppm : 1). y = a + bx
0,812 = 0,0034 +
0,0159x
x = 56,8553 ppm
% Recovery =
= 101,7106 %
2). y = a + bx
0,788 = 0,0034 +
0,0159x
x = 49,3459 ppm
% Recovery =
= 98,69182 %
3). y = a + bx
0,793 = 0,0034 +
0,0159x
x = 49,6603 ppm
% Recovery =
= 99,32075 %
4.
Hasil
Uji Presisi
Berdasarkan hasil uji presisi vitamin B12
diperoleh simpangan baku relatif (SBR) sebesar 1,3184%.
No.
|
Konsentrasi (ppm)
|
Absorban (xi)
|
(xi-x)
|
(xi-x)2
|
1.
|
30
|
0,491
|
9,5
x 10-3
|
9,025
x 10-5
|
2.
|
30
|
0,478
|
-3,5
x 10-3
|
1,225
x 10-5
|
3.
|
30
|
0,486
|
4,5
x 10-3
|
2,025
x 10-5
|
4.
|
30
|
0,473
|
-8,5
x 10-3
|
7,225
x 10-5
|
5.
|
30
|
0,482
|
5
x 10-4
|
2,5
x 10-7
|
6.
|
30
|
0,479
|
-2,5
x 10-3
|
6,25
x 10-6
|
|
x = 0,4815
|
∑ (xi-x)2 = 20,15 x 10-5
|
= 6,3482 x 10-3
= 1,3184 %
5.
Hasil
Uji Linearitas
Berdasarkan hasil uji linieritas vitamin B12 diperoleh nilai R2
sebesar 0,999.
Konsentrasi (ppm)
|
Absorbansi (A)
|
0
|
0
|
10
|
0,166
|
0,161
|
|
0,162
|
|
X = 0,163
|
|
20
|
0,328
|
0,324
|
|
0,325
|
|
X = 0,3257
|
|
30
|
0,491
|
0,478
|
|
0,486
|
|
X = 0,485
|
|
40
|
0,646
|
0,639
|
|
0,638
|
|
X = 0,641
|
|
50
|
0,812
|
0,788
|
|
0,793
|
|
X = 0,7977
|
6.
Hasil
Uji LOD dan LOQ
Diketahui :
SB : 6,3482 x 10-3
b : 0,0159
LOD (Limit
Of Detection) =
=
= 1,1978 ppm
LOQ (Limit
Of Quantition) =
=
= 3,9925 ppm
B.
Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan metode analisis dalam penetapan
kadar cyanocobalamin (Vitamin B12)
dapat dipergunakan untuk menganalisis zat aktif tersebut. Metode analisis
dilakukan untuk menguji suatu produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan dalam rangka pengendalian mutu produksi dengan melakukan
suatu validasi. Validasi metode analisis penetapan kadar ini bertujuan untuk
memberikan keyakinan bahwa metode analisis penetapan kadar yang diusulkan dapat
dipergunakan untuk menganalisis zat aktif tersebut. Penelitian ini menggunakan
bahan baku cyanocobalamin (Vitamin B12)
dengan parameter yang digunakan dalam validasi metode analisis penetapan kadar,
yaitu penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan waktu inkubasi maksimum,
uji akurasi, presisi, linearitas, LOD dan LOQ.
Prinsip
kerja yang dilakukan antara lain pembuatan larutan stok standar dan baku kerja,
penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan waktu inkubasi maksimum,
penentuan kurva baku dan persamaan garis kurva baku, serta uji presisi.
Pertama-tama dibuat larutan baku induk dengan konsentrasi yang telah
ditetapkan, yaitu 500 ppm. Larutan ini dibuat dengan cara melarutkan sebanyak
50 mg cyanocobalamin ke dalam 100 mL
aquadest.
Panjang
gelombang maksimum ditentukan dengan membuat larutan baku kerja cyanocobalamin dengan konsentrasi 30 ppm
dari larutan baku induk. Larutan ini kemudian dibaca serapannya pada panjang
gelombang 200-400 nm pada spektrofotometer UV. Berdasarkan hasil pengamatan,
panjang gelombang maksimum terdapat pada 361 nm dengan nilai absorbansi 0,527.
Hal ini sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi IV dikatakan bahwa panjang
gelombang maksimum untuk cyanocobalamin adalah
361 nm, maka yang digunakan untuk membaca serapan pada penentuan waktu inkubasi
maksimum, penentuan kurva baku dan persamaan garis kurva baku, serta uji
presisi cyanocobalamin adalah panjang
gelombang 361 nm sesuai penelitian.
Pengujian
selanjutnya adalah penentuan waktu inkubasi maksimum cyanocobalamin. Waktu inkubasi maksimum adalah waktu di mana
larutan dapat memberikan serapan yang stabil pada saat pengukuran dengan
menggunakan spektrofotometer UV. Larutan yang digunakan adalah larutan baku
kerja dengan konsentrasi 30 ppm yang diukur serapannya pada menit ke-5, 10, 15,
20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 setelah didiamkan selang waktu 5 menit. Panjang
gelombang yang digunakan adalah 361 nm. Berdasarkan hasil pengamatan, maka waktu
inkubasi maksimum untuk cyanocobalamin adalah
pada menit ke-15 hingga ke-40. Hal ini menandakan bahwa cyanocobalamin stabil saat dilakukan pengukuran pada menit ke-15
hingga ke-40.
Uji
akurasi (ketepatan) dilakukan untuk mengetahui ketelitian metode analisis atau
kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima. Akurasi diukur
sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran yang
dinyatakan dengan persen perolehan kembali (% recovery). Syarat untuk % recovery
pada uji akurasi sebesar 90%-107%. Berdasarkan hasil uji akurasi diperoleh % recovery sebesar 98,69%-102,26%. Dengan
demikian, validasi akurasi dengan menggunakan spektrofotometer UV untuk cyanocobalamin memenuhi syarat (baik)
(Wood, 1998).
Pengujian
selanjutnya adalah pengujian presisi atau ketelitian. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui metode analisis yang digunakan dapat mengukur secara teliti
zat yang diuji pada pengukuran secara berulang-ulang (repeatibility). Uji presisi cyanocobalamin
dilakukan dengan membuat larutan baku kerja dengan konsentrasi 30 ppm
sebanyak 6 kali kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 361 nm. Uji presisi dinyatakan dengan simpangan baku (SB)
sebesar 6,3482 x 10-3, simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,013184
dan koefisien variasi (CV) sebesar 1,3184%. Persyaratan CV yang baik adalah
< 2%. Jadi, validasi dengan uji presisi dengan menggunakan spektrofotometer
UV untuk bahan baku cyanocobalamin telah
memenuhi persyaratan (Gandjar & Rohman, 2007).
Uji
linearitas dilakukan untuk mengetahui metode analisis yang digunakan dapat
memberikan hubungan antara serapan dan konsentrasi zat uji yang sebanding. Uji
linearitas ini menggunakan larutan baku induk cyanocobalamin 500 ppm yang kemudian dibuat larutan baku kerja
dengan 5 pengenceran, yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm. Pengenceran ini
dilakukan 3 kali pengulangan dengan tujuan untuk keakuratan data. Larutan baku
kerja ini diukur serapannya pada spektrofotometer UV dengan panjang gelombang
361 nm.Berdasarkan hasil analisis uji linearitas diperoleh nilai koefisien
korelasi (Regresi (R2)) sebesar 0,9999. Hal ini dapat diasumsikan
bahwa peningkatan konsentrasi berbanding lurus dengan besar serapan dan telah
memenuhi persyaratan koefisien korelasi menurut literatur yang berkisar
0,998-1,002 (Ambarwati et al., 2008).
Uji
selanjutnya adalah uji batas deteksi (Limit
of Detection, LOD). LOD dilakukan untuk mengetahui konsentrasi analit
terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi. LOD merupakan batas uji yang
secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. LOD
hanya mengukur secara kualitatif saja, tetapi tidak dapat digunakan sebagai
batas pengukuran (kuantitas). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai LOD
sebesar 1,1978 ppm. Uji yang terakhir adalah uji batas kuantifikasi (limit of quantification, LOQ). LOQ
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi
operasional metode yang digunakan. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai
LOQ sebesar 3,9925 ppm (Gandjar &
Rohman, 2007).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan validasi metode analisis penetapan kadar, yaitu
faktor alat yang digunakan yang tidak bersih, kesalahan dalam penimbangan,
pemipetan dan pengocokan pada waktu penyiapan sampel. Berdasarkan hasil uji
yang diperoleh maka validasi metode analisis penetapan kadar cyanocobalamin (Vitamin B12)
secara spektrofotometer UV telah memenuhi persyaratan dan dapat digunakan
sebagai metode analisis penetapan kadar sebagaimana yang tercantum dalam
Farmakope Indonesia Edisi IV.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Metode analisis penetapan kadar bahan baku vitamin
B12 (cyanocobalamin) dapat
dilakukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 361 nm dengan masa
inkubasi antara menit ke-15 hingga ke-40 dan telah tervalidasi.
B.
Saran
Dilakukan pengujian serupa dengan
menggunakan bahan baku primer cyanocobalamin,
sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ambarwati,
M. F. Palupi, & U. Patriana, 2008, Validasi
Metode Uji Kadar Albendazol dengan Menggunakan Spektrofotometer UV/Vis,
Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Bogor.
Chan,
C. C, 2004, Potency Methode Validation di
dalam Analytical Methode Validation and Instrument Performance Verification.
Chan CC, Lam H, Lee YC dan Zhang XM (Eds), New Jersey : John Wiley & Sons
Publication Inc.
Connors, K. A., L. A. Gordon & J.S. Valentino, 1992, Chemical Stability of
Pharmaceuticals. John Willey and Sons Inc., New York.
Day, R.
A. Jr. & A. L. Underwood, 1998, Analisis
Kimia Kuantitatif ed ke-6, alih bahasa oleh Dr. Ir. Iis Sopyan. M. Eng,
Penerbit Erlangga, Surabaya.
Depkes
RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi
IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ermer,
J, 2005, Performance Parameters,
Calculations and Tests di dalam : Methode Validation in Pharmaceutical Analysis
(J. Ermer dan J.H.McB.Miller, eds.). Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH &
Co. KGaA.
Gandjar,
I. G., & A. Rohman, 2012, Kimia
Farmasi Analisis Cetakan IX, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hadi,
A., 2007, Pemahaman dan Penerapan ISO/IEC
17025 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium
Kalibrasi, PT Gramedia Pustaka Utama, Hal 259 -274.
Harmita.
2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi
Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3,
Desember 2004, Hal 117 – 135.
Mulya
& M. Suharman, 1994, Analisis
Instrumental. Perpustakaan Departemen Kimia FMIPA UI, Depok.
Sastrohamidjojo,
H., 1991, Kromatografi Edisi ke-1,
Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Sumardi,
2005, Tinjauan Umum Validasi Metode
Analisis, Pusat Penelitian Kimia LIPI Bandung, Bandung.
Sunardi,
2005, Penuntun Praktikum Kimia Analisan
Instrumentasi, Universitas Indonesia, FMIPA UI, Depok.
Tetrasari,
H., 2003, Validasi Metode Analisis,
Pusat Pengkajian Obat dan Makanan BPPOM, Jakarta.
The
European Agency for the Evaluation of Medical Products. 1995. ICH. Topic Q2B. Validation of Analytical
Procedures : Methodology. http://www.Pharmacontract.ch/support/pdf-support/Q2a.pdf
Underwood,
A. L, 1981, Analisis Kimia Kuantitatif
Edisi Keempat, Erlangga, Surabaya.
Wood,
R. A. N., & H. Wallin, 1998, Quality
in the Food Analysis Laboratory the Royal Society of Chemistry Cambridge,
London.